So I decided to start writing letters, to anyone...

Sometimes Susan, Roselin, or Erie writes but most of the time, it's Fida. mail

Tuesday 26 April 2011

Setumpuk keluhan yang sama

Awal tahun 2011 saya janji sama diri saya sendiri untuk berhenti mengeluh, tapi, demi Tuhan susahnya minta ampun. Post kali ini adalah setumpuk keluhan yang sudah lama saya pendam, selamat membaca (bagi yang ingin membaca).

Jarak 32 km dari Palembang ke Inderalaya (kampus UNSRI) biasanya cuma makan waktu 1 jam dengan bus (paling lama- bisa lebih cepat dengan mobil pribadi apalagi motor) tapi belakangan ini susah banget nyampe ke Palembang atau Inderalaya dalam waktu 1 jam, gara-gara: macet. Hari ini saya habiskan kurang lebih 5 jam di jalanan (pulang-pergi), waktu sampai kampus kuliah sudah selesai.

Sebenarnya macet itu hal biasa, dulu biasanya macet gara-gara ada kecelakaan atau truk pecah ban dan itu cuma terjadi 2 atau 3 kali selama satu semester. Tapi sekarang, macet hampir setiap hari. Yang membuat saya kesal, macet kali ini bukan gara-gara ada truk kecelakaan atau pecah ban tapi gara-gara jalanan yang rusak. Menurut saya, pemerintah yang paling bertanggung jawab dengan ini, khususnya pemerintah daerah Ogan Ilir. Seharusnya mereka tahu, kalau jalan lintas timur ini merupakan jalur utama antar provinsi bahkan antar pulau (Jawa- Sumatera), seharusnya mereka sudah tahu kalau ada ribuan truk-truk besar yang lewat setiap harinya dan jalanan buruk, berlobang dan kecil memperlambat truk-truk itu. Saya kesal dengan pemerintah karena setiap tahun memperbaiki jalanan yang bolong (disini umur ekonomis jalan dipertanyakan), saya kesal dengan pemerintah yang sepertinya melegalkan bangunan-bangunan liar dipinggir jalan yang membuat jalanan lebih sempit. Saya kesal dengan polisi yang tidak ada di setiap perempatan jalan mencegah supaya kendaraan tidak menumpuk, Saya kesal dengan pemerintah yang terlalu fokus sama pembangunan fasilitas untuk Sea Games tapi sarana infrasturktur penghubung antar provinsi terbengkalai.

Demi Tuhan, ini sudah kelewatan.

3 comments: